SEJARAH MUHAMMADIYAH DI TEMPURREJO BANYUBIRU

SEJARAH MUHAMMADIYAH DI TEMPURREJO BANYUBIRU

Tempurrejo, jika kita dengar nama itu pasti yang terbesit di benak kita adalah tempat yang baik untuk menuntut ilmu, atau bisa dikatakan sebagai ladang ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama. Dan dari Tempurrejo ini pula muncul bibit unggul yang nantinya akan menjadi harapan setiap orang. Bibit unggul yang siap memimpin bangsa. Sejarah pula telah menjelaskan dikalangan Persyarikatan Muhammadiyah Tempurrejo merupakan pusat dakwah dan kegiatan Muhammadiyah di lingkungan cabang dan daerah Ngawi.
Namun sejarah hanyalah tinggal sejarah. Tempurrejo yang sekarang berbeda dengan Tempurrejo tempo dulu. dan bisa diibaratkan sinar sang surya mulai redup atau enggan bersinar lagi di bumi Tempurrejo karena mulai tertutup kabut hitam tebal yang tak segan-segan menimbulkan bencana. Banyak alumni Tempurrejo yang menyayangkan hal ini, karena Tempurrejo yang dulu menjadi harapan semua orang, kini mulai hilang seakan-akan hilangditelanbumi.
Orang yang babad alas dan mendirikan Desa Tempurejo sekitar tahun 1850 ialah Kyai Matlab dan Kyai Imampuro prajurat Kyai Mojo Pembantu Utama Pangeran Diponegoro. Di dalam mendirikan desa Tempurejo ini dilengkapi dengan pondok pesantren dalam bentuk yang sangat sederhana, diteruskan oleh para kyai dan keturunannya, yaitu:
1. Pondok Wetan diasuh oleh Kyai Imam Raji th.1880, lalu dikembangkan oleh putranya Kyai Imam Faqih th.1928, kemudian dibina oleh Kyai Abdurrahim dan Kyai Abdurrahman th.1958 dan dikembangkan lagi oleh Kyai Abu Laes th. 1969.
2. Pondok Tengah diasuh oleh Kyai Ahmad Juwair th. 1890, .kemudian oleh Abdul Ghani th.1900 dan sambung menyambung oleh Kyai Mughni, Zaenal Mangarif, H. Abror.
3. Pondok Kulon diasuh oleh Kyai Imam Muhammad th.1870, Kyai H. Abdullah Muhsin th.1922, Kyai Imam Zuhdi th.1944, Kyai H. Mohammad Syarqawi th.1950, Kyai H.Mohammad Anwar th.1970, Kyai H.Masykur th.1980.
II.Madrasah Diniyah Tempurejo
Semua santri pondok aktif bersekolah di Madrasah Diniyah Tempurejo Kulon, sejak tahun 1928 Madrasah dipimpin oleh K.H. Syarqawi;
Karena Madrasah Diniyah diancam akan dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial, maka didirikanlah Lembaga Muhammadiyah untuk membela dan membina pondok pesantren serta pelindung Madrasah Diniyah ini maka tahun 1932 dipimpin oleh KH. Moh. Rofi’ii yang juga menjadi ketua Muhammadiyah. Dan pada th. 1943 Hj.Syarifah Muhtarom membuka klas khusus wanita Tarbiyatil Fatat dan tahun 1946 beliau membuka kursus bahasa Inggris untuk para siswa Tarbiyaul Fatat. Pada tahun 1960 KH.Moh Rofi’ie di samping menjadi Kepala Madrasah Diniyah Ibtidaiyah, beliau mendirikan Madrasah Tsanawiyah.
Perlu dicatat bahwa baik Madrasah Ibtidaiyah maupun Tsanawiyah tidak menggunakan huruf Latin sama sekali bahkan angka-angka dalam pelajaran Ilmu Faraid dan Ilmu Falaq tetap menggunakan angka-angka Arab. Demikian juga semua pelajaran menggunakan huruf Arab Pegon dalam bahasa Jawa dan klas iv mulai menggunakan kitab kuning dengan Arab Gundul. Uswaha untuk lebih memudahkan hafalan dalam Nahwu–sharaf maupun ilmu lainnya dilagukan dengan Nazhaman. Semua tenaga dan guru atau ustad berbakti kepada madrasah penuh dengan jiwa ibadah illahi Ta’ala. Disebabkan karena para santri banyak yang menjadi hisbullah Sabilillah jaman revolusi dan diteruskan dengan penumpasan PKI Muso di jaman pendudukan para pemuda dan santri menjadi tentara gerilya, tetapi proses belajar mengajar madrasah tetap berlangsung walaupun santri-muridnya tinggal apa adanya, misalnya seperti klas v dan klas vi muridnya hanya satu orang (Imam Muchlas) gurunya ialah KH Moh. Rofi’i, gedung sekolah belum ada masih menempati pendopo KH Moh.Rofi’ii semua serba Lillahi Ta’ala.
Karena daya tampung pondok sangat terbatas maka santri dan murid Madrasah banyak yang mondok di rumah-rumah sambil membantu bapak-ibu rumah yang ditumpanginya ikut mencangkul atau memikul dagangan ke pasar. Adat demikian diwariskan kepada para pengasuh dan ustad yang dilanjutkan oleh KH Syarkun, Kyai Adlan, Kyai Ali Sukarno, Maksum Suyitno, Mangunatun Mansur, Daris Wibowo.
III Perkembangan Baru
Dalam perkembangannya maka berdirilah lembaga pendidikan baru, yaitu: 1954 PGAP, 1963 TK Bustanul Athfal, 1964 PGAA, 1978. PGAP dan PGAA diubah menjadi Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah STIT Muhammadiyah, 1979 SD Islam-MWB, 1979 kemudian berubah menjadi Madrasah Ibtidayah (Berjalan bersama Madrasah Diniyah) kemudian tahun 1983 berdiri SMP Muhammadiyah dan dilebur ke dalam Madrasah Tsanawiyah.
Ide-ide semua ini tidak lepas dari do’a restu para sesepuh aktifis muda dari KH Moh.Rofi’ie, KH Moh. Syarqawi, KH Faqih, KH Abdurrachim, KH Abdurrahman, Dra.Hj.Syarifah Muhtarom, DR.H.Imam Suhadi SH, Maksum Suyitno, Moh. Mansur, H.Moh.Syarkun, M.Ali Sukarno, Kyai Adelan, Drs. Abd. Jalil Msi, Drs. H. Duryat, Drs. AF Sunaryo, Ibu Mangunatun Mansur.
Ada 4 serangkai cikal bakal orang tua yang membangkitkan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan modern semua itu yaitu: Imam Mukhtar, Imam Muhdi, Imam Mukti dan Imam Mukmin dan dimantapkan secara organisatoris dengan nama Muhammadiyah oleh KH. Syaqawi dan diperkuat lagi oleh KH Moh Rofi’ie seusai tamatnya dari Manba’ul Ulum klas 11 Surakarta.
IV.Religiusitas, Sunni, Salafi, Mujahid
Masyarakat Tempurejo didominasi oleh jiwa religiusitas yang membara, beberapa hal dapat dicatat sebagai berikut:
• Angkatan muda sangat antosias untuk sekolah umum pagi dan merangkap sore hari pada Madrasah sistem Salafi penuh nuansa Lillahi Ta’ala;
•Berjiwa santri Sunni-Salafi, menggambarkan alam pondok Jamsaren Sentris,
•Tradisionalistis;serba nazhaman, pengajian sorogan-kitab kuning,
•puasaSenen-Kemis,
• Mengikat erat tali silaturahim, sejarah (=ziyaroh), Halal-bihalal selama 6 hari diakhiri dengan Bodho Kopat,
• Di bawah sorotan matahari Muhammadiyah; Semangat dakwah dan jihad menyala-nyala, dilandasi didikan kepanduan Hizbul Wathan;
• Karena didikan HW maka tumbuh semangat jihad sehingga di jaman pendudukan oleh Belanda para kyai dan santri membentuk pasukan Hizbullah-Sabilillah melawan Belanda pada masa revolusi 1945.
• Bapak Tajab seorang anggota Hizbullah Tempurejo Wetan terkenal sangat ditakuti Belanda karena Takbirnya yang sangat keras di medan perang melawan Belanda di Surabaya.
• Pasukan Hizbullah – Sabilillah pasukan Bambu Runcing Parakan dan pedang Sewulan pernah mengadakan parade Shaw of Force dari Tempurejo ke Sine.
• Pandu HW juga pernah mengadakan parade dan show of force Hizbul Wathan di lembah Lawu Utara.
• Setiap jam terakhir di Sekolah Rakyat Gedora Umar Faruq dari pemuda Muhammadiyah Tempurejo menjadi komandan Upacara Takbir & do’a (SR Negeri Gedora) melawan tentarakafirBelanda.
• Juga Umar Faruq putera Imam Mukmin ini pula merasa terpanggil menjadi tentara Hizbullah maju ke medan Perang Sabil melawan tantara kolonial Belanda di Surabaya sampai gugur mati syahid (makamnya di belakang masjid Mojokerto sekarang.
• Bapak Syamsul pada detik-detik penyerbuan oleh tentara PKI Pesindo ketika ditawan yang hanya dikawal oleh seorang Pesindo, maka tepat di Jembatan panjang tempurejo wetan dengan tiba-tiba sekejap tentara Pesindo yang menawan ini dihantam keras sekali dia jatuh ke sungai terbentur batu besa, dia dipukul keras dengan batu dia setengah mati lalu Bapak Syamsul Hadi melarikan diri ke semak-semak ke selatan.
• Desa Tempurejo dan Katreban bekerja sama dengan tentara Hizbullah dibawah Komandan Bardaini mempertahankan diri dari serangan tentara PKI Pesindo dan sekitar tanggal 19 September 1948 Tempurejo tidak mampu menahan serangan tentara PKI sehingga tentara menahan para kyai dan para pemuda KH Moh Rofi’ii, Syamsulhadi dan lain-lain ditawan di masukkan tahanan di Walikukun.
• Syamsuddin putera Imam Mukti menjadi anggota Hizbullah dalam rangka melawan tentara Belanda wafat di Kudus.
• Di jaman pendudukan Belanda kles ke-ii para pemuda membentuk tentara gerilya di bawah komandan Imam Suhadi-Maksum Suyitno melawan Belanda karena itu tentara Belanda menghujani bom ke markas tentara Gerilya saying hujan bom itu jatuh di tengah pasar Bandung (Banyubiru) mengakibatkan banyak korban.
• Bapak KH Moh. Rofi’ii karena Ruhul Jihadnya yang menyala-nyala itu, sangat rajin mengisi pengajian di mana-mana, suatu hari pernah kecelakaan jatuh dari speda onthelnya di lereng jembatan Mangleng timur Ngrambe, menjadi babak belur pinsan.
• Para pelajar mahasiswa alumni Madrasah Diniyah Tempurejo yang meneruskan sekolah&kuliah di Yogyakarta mendirikan Himpunan Mahasiswa&Pelajar Lawu Utara (HIMPALA) Jogyja untuk memperjuangkan Wilayah Lawu Utara menjadi negeri idaman Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, gemah, ripah, loh jinawi di bawah pengayoman Allah yang Maha Pengampun.
Dari uraian di atas, kita bisa mengetahui sedikit penyebab kemandegan di Tempurrejo. Dari tulisan ini pula penulis mecoba membantu Bapak/Ibu pengurus Lembaga Fatwa Tempurrejo dalam rangka menghidupkan kembali Tempurrejo. Dan penulis merasa ini tidak hanya mutlak tugas Fatwa Tempurrejo, melainkan tugas kita semua.

Tinggalkan komentar